Cerita Inspiratif Kiki Gumelar Sang Owner Chocodot




Kalau bicara dodol, identik dengan Garut. Maklum, dodol adalah makanan khas kota ini yang sudah kesohor ke mana-mana. Tak terhitung, berapa banyak pengusaha yang sukses dari bisnis dodol. Namun sekarang ini, Garut tak hanya dikenal dengan dodolnya tapi juga Chocodot, yaitu nama makanan yang diambil dari singkatan Cokelat Isi Dodol Garut. Kendati Chocodot ini baru ditemukan, namanya sudah menyeruak ke permukaan sehingga menjadi incaran para pelancong yang datang ke kota di Jawa Barat ini.

Adalah Kiki Gumelar yang pertama kali membuat Chocodot dan sukses membisniskannya. Inovasi dan keluar dari pakem bisnis dodol yang sudah ada menjadi kunci sukses bagi pria berusia 30 tahun ini dalam mengelola bisnisnya. Selain bisnisnya makin berkembang, pengakuan atas inovasi yang dilakukannya alumni jurusan Administrasi Hotel, Akademi Pariwisata Ambarukmo, Yogyakarta ini, juga banyak diraih. Salah satunya, pada 2010 lalu, ia mendapat penghargaan UKM Award 2010 dari Wakil Presiden Boediono pada acara pembukan pameran Trade Expo Indonesia dan Pangan Nusa 2010, di Jakarta Expo Kemayoran.

Ia merintis usaha Chocodot ini sejak pertengahan tahun 2009 lantaran merasa sudah jenuh menjadi pegawai. Karier mantan pemenang Jajaka Garut tahun 1997 ini yang cemerlang sebagai Manajer Pengembangan Bisnis di PT Nirwana Lestari, distributor produk PT. Ceres Indonesia, tak mampu membendung keinginannya berwirausaha. Ia merasa perlu tantangan dalam hidupnya. Apalagi sudah delapan tahun Kiki tinggal di Yogyakarta. Ia jenuh dan ingin kembali ke kampung halaman, yaitu Garut.

Akhirnya, setelah melalui proses yang tak mudah, Kiki menemukan Chocodot saat masih tinggal di Jogyakarta. Setelah dirinya keluar dari tempat kerjanya, ia langsung tancap gas dengan menekuni pembuatan Chocodot di Garut dengan modal Rp 17 juta hasil pinjaman kartu kredit milik ibunya. Chocodot pun mulai dipasarkan sejak Juli 2009 dan ia mendirikan UD. Tama Cokelat, sebagai perusahaan yang menaungi Chocodot.

Awal pemasarannya sederhana saja: dari satu pintu ke pintu. “Cuma pakai motor, saya mendatangi toko oleh-oleh dan hotel yang ada di Garut. Satu per satu yang didatanginya menolak,” katanya mengenang. Namun. di antara mereka, ada beberapa hotel yang bisa melihat potensi Chocodot. Itu pun dari 10 yang ditawari, hanya ada empat yang mau mencoba memasarkan produknya.

Titik cerah mulai terlihat, ketika Pemerintah Kabupaten Garut mengadakan Garut Summit dan Kiki pun ikut ambil bagian dalam acara tersebut. Dalam pameran memperkalkan potensi Garut tersebut dihadiri oleh Wakil Bupati Garut, Dicky Chandra yang melirik potensi bisnis Chocodot besutan Kiki. Sejak saat itulah, Dicky yang mantan artis itu, selalu mempromosikan Chocodot dalam setiap kesempatan. Dari situlah, Chocodot mulai menyedot perhatian.

Setelah itu sejumlah pameran ia ikuti di samping terus melakukan pengembangan pasar ke barbagai kota di luar Garut. Kerja kerasnya membuahkan hasil. Di penghujung tahun 2009, atau beberapa bulan setelah bisnisnya berdiri, ia mampu mencetak omset hingga Rp 100 juta dengan pemasaran 90% hanya di Garut.

Kesuksesan Chocodot menyedot perhatian Bank Jabar. Hanya cukup sekali presentasi di depan petinggi bank tersebut, kucuran kredit sebesar Rp 100 juta didapat Kiki. Modal sebesar itu digunakan Kiki untuk pengembangan usahanya. Apalagi saat itu, ia menjalankan usahanya dari rumah kontrakan berukuran 5x6 m2. Permintaan yang begitu deras mengharuskannya menambah kapasitas produksi. Uang tersebut digunakannya untuk membangun toko permanen. Kini, Kiki sudah memiliki enam cabang, termasuk di Bandung dan Jakarta.

Ia pun terus menambah varian produknya. Selain Chokodot, ia juga memasarkan Dogar (cokelat isi abon), Cokelat Olga (cokelat oleh-oleh Garut), Jadol (pizza topping dodol). Bagi Kiki, melakukan inovasi adalah hal penting. Karena itulah konsumen selalu mau kembali. “Orang yang datang kemari, tidak selalu pelanggan tetap. Lebih banyak orang-orang baru yang penasaran dengan produk kami yang juga selalu baru,” ungkap ayah satu anak ini.

Sekarang, impiannya menjadikan cokelat sebagai ikon Garut perlahan mulai terwujud. Bahkan kini sudah mulai bermunculan pesaing yang mengemas persis seperti produknya. Kondisi ini pun dijadikan pria yang pernah menjadi Duta Boga Jawa Barat versi Bogasari itu mulai menyiapkan strategi pertahanan. Salah satunya dengan mulai memperdayakan penduduk di sekitarnya.

Akhir tahun 2010 disyukuri oleh peraih Garut Award 2010 bidang inovasi produk buah tangan kota Garut itu dengan perolehan omset Rp 800 Juta. Target tahun ini adalah melipatkan omsetnya sebanyak dua kali. Hal itu mungkin saja terjadi dengan volume penjualan yang meningkat. Kini, ada 40 toko oleh-oleh di Garut yang mengambil produknya. Demikian juga banyak agen travel yang membawa para pelancong datang ke berbagai outlet yang menjual Chocodot. 

Berkat kesuksesannya itu, sekarang Kiki mulai rajin mengisi seminar kewirausahaan di berbagai institusi. Tiada minggu baginya tanpa undangan sebagai pembicara. Demikian juga, undangan pameran bertebaran. Seperti, tahun lalu, ia bersama peserta UKM lainnya mengikuti pameran di ASEAN Week, Mid Valley, Kualalumpur, Malaysia.

Momon, Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Boga Indonesia Dewan Pengurus Daerah Jawa Barat menilai, bisnis Chododot bisa berkembang pesat dalam waktu relatif singkat karena inovasi yang dilakukannya menarik banyak pihak dan Chocodot berbeda dari produk yang sudah ada, meski tak menghilangkan ciri khas yang dimiliki Garut, yaitu dodol. "Saya tahu Chocodot dari televisi. Langsung saja setiap kami jalan-jalan ke Garut, saya ajak teman-teman ke sini," ia mengungkapkan.

sumber: http://dedesuryadi.blogspot.com

No comments:

Post a Comment